Sabtu, 26 Februari 2011

Umar bin Abdul Aziz ra. dan Kendaraan Dinas




Umar bin Abdul Aziz membersihkan kedua tangannya. la berdiri. Di depannya nampak makam Sulaiman bin Abdul Malik, khalifah Bani Umayyah sebelumnya. Berdasarkan wasiat al marhum, Umar bin Abdul Aziz menduduki jabatan khalifah. Baru saja Umar bangkit berdiri, tiba-tiba ia mendengar suara riuh. “Ada apa?”, tanya Khalifah kedelapan Bani Umayyah itu heran.

“Ini kendaraan Anda, wahai Amirul Mukminin,” ujar salah seorang sambil menunjuk sebuah kendaraan mewah yang khusus disiapkan untuk sang khalifah.

Dengan suara gemetar dan terbata bata karena kelelahan dan kurang tidur, Umar berkata, “Apa hubungannya denganku? Jauhkanlah kendaraan ini. Se¬moga Allah memberkahi kalian.” Lalu ia berjalan ke arah seekor keledai yang menjadi tunggangannya selama in!

Baru saja ia duduk di atas punggung hewan itu, serombongan pengawal datang berbaris mengawal di belakangnya. Di tangan masing masing tergenggam tombak tajam mengkilat. Mereka siap menjaga sang
khalifah dari marabahaya.

Melihat keberadaan pasukan itu, Umar menoleh heran dan berkata, “Aku tidak membutuhkan kalian. Aku hanyalah orang biasa dari kalangan kaum Muslimin. Aku berjalan pagi hari dan sore hari sama seperti rakyat biasa.”

Selanjutnya, Umar berjalan bersama o¬rang prang menuju masjid. Dari segala penjuru orang orang pun berdatangan. Ketika mereka sudah berkumpul, Umar bin Abdul Aziz berdiri. Setelah memuji Allah dan ber¬shalawat pada Nabi dan para sahabatnya, ia berkata, ‘Wahai manusia, sesungguhnya aku mendapat cobaan dengan urusan ini (khilafah) yang tanpa aku dimintai persetujuan terlebih dulu, memintanya atau pun ber¬musyawarah dulu dengan kaum Muslimin. Sesungguhnya, aku telah melepaskan baiat yang ada di pundak kalian untukku. Untuk selanjutnya silakan pilih dari kalangan kalian sendiri seorang khalifah yang kalian ridhai.’

Mendengar ucapannya itu, orang orang pun berteriak dengan satu suara, “Kami telah memilihmu, wahai Amirul Mukminin. Kami ridha terhadapmu. Aturlah urusan kami dengan karunia dan berkah Allah.’
Sumber:
http://jiwayangtenang.blogspot.com

Jiwa Tenang Tanda Orang Beriman



Orang Islam belum tentu beriman.

Orang Islam belum tentu beriman. D engan mengikrarkan dua kalimat Syahadat serta hati membenarkannya belum bisa dikatakan seseorang itu dikatakan beriman, akan tetapi dia telah termasuk orang yang memeluk agama islam. Karena salah satu rukun dari islam itu ialah mengucapkan dua kalimat Syahadat. Setelah berada di dalam agama islam, maka belumlah cukup sampai disitu saja. Ia harus menggali dari pada ilmu–ilmu tentang ke islaman agar tumbuh dalam dirinya keimanan. Sebab keimanan itulah yang bisa membawa ia kedalam keselamatan, sebagaimana arti dari pada islam itu sendiri adalah selamat atau keselamatan. Bagaimana mungkin bisa dikatakan selamat atau masuk di dalam keselamatan kalau belum tumbuh yang namanya keimanan. Karena keimanan itu adalah isi dari pada islam, ruh dari pada islam dan kehidupan dari pada islam.

Tanpa adanya keimanan maka seseorang yang beragama islam ibarat pohon yang haus akan siraman air yang lama kelamaan akan kering dan mati tanpa menghasilkan buah yang bisa dinikmati hasilnya. Oleh sebab itu bagi siapa pun yang menginginkan keselamatan maka ia haruslah mengerti tentang keimanan. Dan keimanan itu tidaklah sekedar dikata melainkan perlu adanya bukti yang bisa dirasakan.

Diantara bukti–bukti kebenaran adanya Allah yang di luar dari diri kita seperti tujuh lapis langit dan tujuh lapis bumi, matahari yang selalu bersinar terbit dari timur dan tenggelam di barat, silih bergantinya siang dan malam, lautan yang luas sejauh mata memandang yang disertai ombak yang bergelombang dan buih di pesisir pantai, angin yang bertiup kencang dan terkadang sepoy–sepoy, suara guntur yang nyaring membuat hati orang gemetar karena lalai dari mengingat Allah sesekali diselingi dengan kilatan petir yang menyambar dsb. Begitu pula bukti–bukti Allah yang sangat dekat dengan diri kita adalah terangnya mata sehingga bisa melihat, pendengaran, penciuman, naik turunnya nafas, detakkan jantung, aliran darah dsb. Itu semua menunjukkan bahwa Allah lah yang menganugrahkannya kepada kita, yang kesemuanya itu tidak terlepas dari pada Qudrat dan Iradat Allah SWT menjadi pelajaran bagi yang mau memikirkannya. Lalu kenapa banyak yang tidak mempercayainya?.

Sungguh siapa yang beriman kepada Allah melalui bukti–bukti yang nyata, maka kebaikkan kembali kepada diri mereka sendiri dan siapa yang tidak beriman (tidak mempercayainya) maka kerugianlah yang akan ia dapatkan. Islam itu menuntut adanya kepercayaan yang menyeluruh, baik di hati, perkataan maupun perbuatan. Sehingga bagi mereka yang sudah beriman tentu hatinya menjadi bersih dari pada riya, sum’ah, sombong, takkabur, was–was, bimbang, takut dll. Dan akan terganti kepada sifat ikhlas, ridho, sabar, rendah hati, tawakkal, khusnuzhon (baik sangka kepada Allah), percaya dan yaqin akan Allah SWT. Kemudian setelah hatinya menjadi bersih, maka perkataannya akan menjadi halus dan sopan serta perbuatannya menjadi contoh tauladan yang baik di dalam kasih sayang, tolong menolong, hormat menghormati, arif dan bijaksana dalam sikap. Itulah orang yang benar–benar beriman/percaya kepada Allah SWT, dan dirinya akan menjadi rahmat bagi sekelilingnya, di butuhkan oleh orang lain, serta dihormati dan disegani oleh orang lain. Sehingga martabatnya menjadi agung di mata orang banyak dengan seizin Allah, karena Allah akan mengangkat derajat dari pada orang–orang yang betul–betul beriman baik di dunia maupun sampai di akhirat kelak.

Allah SWT berfirman :

“Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah,. Dan niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al-Mujaadilah :11)

Orang beriman dan Orang yang mengaku beriman.

Tidak semua orang islam benar–benar dinyatakan beriman, ada juga mereka yang masih mengaku beriman dikarenakan dari hatinya, perkataannya dan perbuatannya belum mencerminkan keimanan. Ia masih suka berbuat akan kemaksiatan, kemungkaran dan kejahilan. Belum lagi di dalam hatinya yang selalu buruk sangka kepada Allah, protes terhadap keputusan–keputusan yang telah ditetapkan Nya. Diberikan hujan ia mengeluh, didatangkan panas juga mengeluh. Apabila di berikan kebaikan atasnya oleh Allah, ia kikir. Sungguh fitrah manusia itu diciptakan oleh Allah selalu berkeluh kesah. Kecuali mereka yang mengerti dan mengenal akan Allah.

Sebagaimana yang telah di Firmankan oleh Allah SWT :

“Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah. Dan apabila mendapatkan kebaikan ia kikir. Kecuali orang-orang yang shalat. Yang mereka itu tetap shalat tiada putus–putusnya”. (QS. Al – Ma’aarij : 19 – 23)

Itulah manusia, ada yang mengerti dan ada yang tidak mengerti. Karena itu seseorang haruslah benar–benar masuk di dalam Iman yang sempurna, iman yang membawa kepada keselamatan. Tidak hanya sekedar mengaku beriman tetapi hati masih didalam ketidak tenangan. Sungguh sangat disayangkan apabila sudah masuk di dalam agama islam tetapi tidak mengerti tentang keimanan, dan tetap tidak perduli apakah ia sudah benar beriman ataukah hanya sekedar mengaku beriman.

Untuk itu sudah patut dan selayaknya bagi kita untuk merenunginya agar betul–betul kita bisa masuk di dalam keimanan yang sempurna dan menyeluruh. Sehingga tidak sia–sia bagi kita memeluk agama islam dengan bertuhankan Allah SWT yang Maha Esa dan bernabikan Muhammad Rasulullah SAW nabi penutup dari sekalian para nabi.

Iman yang sempurna adalah iman yang melekat pada hati seseorang dengan merasakan kedekatan serta Allah, yang melalui kedekatan itu jiwanya menjadi tenang dan damai. Walau apapun permasalahan di dalam kehidupan dunia, ia hadapi dengan lapang dada dan tetap berikhtiar mencari jalan keluar dari permasalahan tsb dengan tidak melupakan bertawakkal kepada Allah SWT. Keyakinan seperti itulah yang akan merubah kehidupannya menjadi lebih baik di dalam keridhoan Allah SWT.

Memang di dalam kehidupan dunia ini setiap permasalahan selalu ada dan akan datang kepada siapa saja, tinggal bagaimana cara kita untuk menghadapinya. Tetaplah ingat kepada yang mendatangkan setiap permasalahan–permasalahan itu dan menyerahkan segala urusan tsb kepada Nya, maka Insya Allah akan didapatkan ketenangan jiwa dan kekuatan untuk menghadapinya serta akan dibukakan jalan keluar baginya apabila mengalami kesulitan–kesulitan tsb.

Allah SWT ber Firman :

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram”. (QS, Ar-Ra’d : 28)

Karena itu di dalam kemelut dunia saat ini yang penuh dengan beraneka macam kemaksiatan dan kemungkaran, sudah sepantasnyalah kita tingkat kan keimanan dan keyakinan kepada Allah SWT agar jiwa mendapatkan keseimbangan dan kekuatan sehingga kita bisa mengatasi segala problem kehidupan yang ada bahkan mungkin pengetahuan tersebut bisa kita wariskan turun temurun kepada anak cucu kita. Sebagaimana Allah SWT memperingatkan kita di dalam Firman Nya :

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (QS, At-Tahrim : 6)

Tentu merekalah orang–orang ber akal yang mau berfikir tentang masa depannya kelak yang mana mereka tidak menginginkan keburukan terjadi pada dirinya di suatu saat nanti, maka mulai pada saat ini ia cari pengetahuannya agar bisa menjadikan dirinya dan keluarganya menjadi terlebih baik. Itulah perbedaan antara orang – orang yang benar – benar beriman dan orang–orang yang hanya sekedar mengaku beriman, yang satu hatinya melihat dan yang satunya lagi hatinya buta. Dijelaskan Allah di dalam Firman Nya :

“Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada”. (QS, Al-Hajj : 46)

“Dan barangsiapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar)”. (QS, Al-Israa’ : 72)

“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai”. (QS, Al –A’raaf :179)

Di ambil dari sebuah Buku : “RAHASIA SUKSES DI DALAM KETENANGAN JIWA”
Sumber:
http://pengembarajiwa.wordpress.com

Indahnya Hati Yang Bening



Di dalam diri manusia ada segumpal darah yang sangat berpotensi menentukan jati diri manusia itu sendiri. Jika ia jernih, ia akan memandu lisan untuk berucap dengan butiran-butiran kata yang lembut. Jika ia keruh, ia akan memaksa lisan untuk mengeluarkan kata-kata terburuk yang dia miliki. Dia adalah qolb (hati). Hati adalah anugerah yang sangat besar bagi manusia. Dengannya manusia dapat menyingkap kebesaran Ilahi, mengenal-Nya, berkomunikasi dengan-Nya, dan mengetahui sejatinya hidup di dunia dan di akhirat nanti. Dengannya manusia dapat bermesraan dengan Rabbnya, walaupun kedua mata tidak sanggup untuk melihat-Nya, telinga tidak kuasa untuk mendengar bisikkan-Nya, dan akal tidak berdaya untuk meraih wujud kebesaran-Nya.

Di dalam hati inilah pusat kebahagiaan seseorang. Di dalam hati ini pula sumber kesengsaraan. Hati merupakan tombol pengontrol seseorang. Hati adalah pangkal kehidupan. Keserakahan, tamak, dan rakus muncul dari hatinya. Qona’ah, syukur, dan merasa cukup atas rizki yang diberikan oleh Allah bersumber dari hatinya. Bahagia atau sedih, serakah atau qona’ah, santun atau kasar, kaya atau miskin, mulia atau hina, dan takabbur atau tawadlu’ bukan tergantung pada materi dan bentuk fisik, namun akan sangat tergantung pada seberapa terawat dan tertata hatinya. Karena itu, qolb dapat menyelamatkan dan juga dapat mencelakakan. Qolb yang kotor akan melahirkan prilaku kotor. Qolb yang suci akan membimbing pada prilaku shaleh.Pada hari perhitungan amal, qolb akan menjasi saksi di hadapan Allah. Dia akan mengatakan sejatinya perbuatan yang selama ini kita lakukan. Dia dapat menyelamatkan dari azab Allah dan juga bisa mencelakakan seseorang ke dalam neraka jahim. Hati yang terawat senantiasa mengkomandoi tubuh untuk gemar beramal shaleh. Hati yang kusut masai, menjadi sumber malaptaka bagi pemiliknya. Hati seorang hamba yang bening dan jernihlah yang nanti akan menempati surga Allah yang penuh kenikmatan. Hati orang yang semrawut dan kotor yang akan mendiami neraka Allah yang penuh azab yang pedih.Sering kita mendengar bahwa qolb seperti cermin. Kita harus rajin dan tekun untuk membersihkannya, agar ia tetap bersih, jernih, dan terang. Hanya dengan kejernihan hati, kebahagiaan dunia dan akhirat dapat diraih. Orang yang lalai membersihkannya dari noda-noda hitam, dia akan menemui kegalauan dan kerisauan hidup di dunia dan di akhirat.

Ingatlah, bahwa qolb merupakan amanah yang dipikulkan di atas pundak kita yang harus dijaga dan dirawat dengan sebaik-baiknya. Kita tidak bisa menata dan merawat hati, kecuali mendapatkan pertolongan dari Allah. Allah akan membuka pintu rahmat-Nya bagi hamba yang tekun memohon, agar hatinya tetap bening.Jika kita perhatikan, puncak prestasi dan kesuksesan hidup selalu diraih oleh orang-orang yang berhati bersih dan bening. Memang kesuksesan dan kemulyaan hanya milik hamba yang berhati jernih. Betapa indahnya hidup berbijak pada kebeningan hati. Tentram, damai, sejahtera, bahagia, dan lapang menghiasi hidup menuju keridlaan Ilahi Rabbi.Betapa bahagianya orang yang memiliki hati yang tertata dan terplihara dengan sebaik-baiknya. Bagaikan taman berbunga yang indah. Pemiliknya mampu merawatnya dengan penuh kesabaran. Untuk mendapatkan keindahan apapun dia lakukan. Seni penanamannya tertata rapih. Tata letak dan desain warna bunga tampak begitu berkombinasi secara elok. Dipilihnya jenis dan warna bunga yang memiliki warna terindah dan menebarkan bau harum ke segala penjuru taman. Rumput liar dia cabuti, ranting-ranting kering dipetiknya, hama dan penyakit dia musnahkan, dan tidak lupa pula dia sirami setiap hari. Sehingga, tanah selalu gembur, bunga-bunga tumbuh dengan suburnya. Daun-daunnya terlihat menghijau. Sungguh indah pemandangannya. Tiap kali orang melewatinya akan terhenti untuk menikmat keindahannya. Begitu juga dengan hati yang pemiliknya rajin merawatnya, sikap dan prilakunya akan terlihat indah.Orang yang berhasil menata dan merawat hatinya dengan baik, berarti dia telah berhasil menemukan jalan menuju kebaikan. Dia memiliki kegigihan dan keteguhan hidup yang tidak dapat digoyahkan oleh rayuan apapun.

Gemerlapnya perhiasan dunia tidak menjadikan dia surut untuk beribadah. Gelar dan jabatan tidak menyebabkan dia bersikap angkuh dan sombong serta berbuat semena-mena terhadap bawahannya. Kakinya ringan melangkah menuju kebajikan, berat melangkah menuju kemaksiatan. Dua matanya terfokus pada kebesaran dan keagungan Allah, terpejam dari pandangan seronok. Tangannya ringan untuk mensedekahkan sebagian harta yang dititipkan kepadanya. Dititinya tahapan kebajikan untuk mengais rahmat Allah. Hatinya selalu terpikat dan memendam rasa rindu ingin bertemu Allah. Kecintaan dan kerinduan kepada-Nya mengundang dirinya untuk rajin beramal shaleh. Ibadah dilakukan dengan khusyu’. Hatinya bergetar dikala mendengar asma Allah dilantunkan. Sementara itu, dia akan berusaha mati-matian untuk menepis riya, dengki, ujub, takabbur, dan sifa-sifat tercela lainnya bersarang di dalam hatinya. Sungguh beruntung orang yang memiliki hati yang bersih.

Sumber: http://annajib.wordpress.com

Mengapai Cinta Allah



Rasulullah s.a.w. bersabda: "Allah, Yang Maha Agung dan Mulia menjumpaiku - yakni dalam tidurku - kemudian berfirman kepadaku, "Wahai Muhammad, katakanlah : "Ya Allah, aku memohon kepada-Mu untuk mencintai-Mu, mencintai siapa saja yang mencintai-Mu, serta mencintai perbuatan yang mengantarkan aku untuk mencintai-Mu."

Dalam amal ubudiyah, cinta (mahbbah) menempati derajat yang paling tinggi. Mencintai Allah dan rasul-Nya berarti melaksanakan seluruh amanat dan ajaran Al-Qur'an dan Sunnah Rasul, disertai luapan kalbu yang dipenuhi rasa cinta.

Pada mulanya, perjalanan cinta seorang hamba menapaki derajat mencintai Allah. Namun pada akhir perjalanan ruhaninya, sang hamba mendapatkan derajat wahana yang dicintaiNya. Rasulullah s.a.w. bersabda: "Allah, Yang Maha Agung dan Mulia menjumpaiku - yakni dalam tidurku - kemudian berfirman kepadaku, "Wahai Muhammad, katakanlah : /Ya Allah, aku memohon kepada-Mu untuk mencintai-Mu, mencintai siapa saja yang mencintai-Mu, serta mencintai perbuatan yang mengantarkan aku untuk mencintai-Mu."/

Dalam buku "Mahabbatullah" (mencintai Allah), Imum Ibnu Qayyim menuturkan tahapan-tahapan menuju wahana cinta Allah. Bahwasanya cinta senantiasa berkaitan dcngan amal. Dan amal sangat tergantung pada keikhlasan kalbu, disanalah cinta Allah berlabuh. Itu karena Cinta Allah merupakan refleksi dari disiplin keimanan dan kecintaan yang terpuji, bukan kecintaan yagn tercela yang menjerumuskan kepada cinta selain Allah.

Tahapan-tahapan menuju wahana cinta kepada Allah adalah sebagai berikut:

1. Membaca al-Qur'an dengan merenung dan memahami kandungan maknanya sesuai dengan maksudnya yang benar. Itu tidaklain adalah renungan seorang hamba Allah yang hafal danmampu menjelaskan al-Qur'an agar dipahami maksudnya sesuai dengan kehendak Allah swt. Al-Qur'an merupakan kemuliaan bagi manusia yang tidak bisa ditandingi dengan kemuliaan apapun. Ibnu Sholah mengatakan "Membaca Al-Qur'an merupakan kemuliaan, dengan kemuliaan itu Allah ingin memuliakan manusia di atas mahluk lainnya. Bahkan malaikat pun tidak pernah diberi kemuliaan semacam itu, malah mereka selalu berusaha mendengarkannya dari manusia".

2. Taqarub kepada Allah swt, melalui ibadah-ibadah sunnah setalah melakukan ibadah-ibadah fardlu. Orang yang menunaikan ibadah-ibadah fardlu dengan sempurna mereka itu adalah yang mencintai Allah. Sementara orang yang menunaikannya kemudian menambahnya dengan ibadah-ibadah sunnah, mereka itu adalah orang yang dicintai Allah. Ibadah-ibadah sunnah untuk mendekatkan diri kepada Allah, diantaranya adalah: shalat-shalat sunnah, puasa-puasa sunnah,sedekah sunnah dan amalan-amalan sunnah dalam Haji dan Umrah.

3. Melanggengkan dzikir kepada Allah dalam segala tingkah laku, melaui lisan, kalbu, amal dan perilaku. Kadsar kecintaan seseorang terhadap Allah tergantung kepada kadar dzikirnya kepadaNya. Dzikir kepada Allah merupakan syiar bagi mereka yang mencintai Allah dan orang yang dicintai Allah. Rasulullah s.a.w. pernah bersabda: "Sesungguhnya Allah aza wajalla berfirman :"Aku bersama hambaKu,s elama ia mengingatKu dan kedua bibirnya bergerak (untuk berdzikir) kepadaKu".

4. Cinta kepada Allah melebihi cinta kepada diri sendiri. Memprioritaskan cinta kepada Allah di atas cinta kepada diri sendiri, meskipun dibayang-bayangi oleh hawa nafsu yang selalu mengajak lebih mencintai diri sendiri. Artinya ia rela mencintai Allah meskipun beresiko tidak dicintai oleh mahluk. Inilah derajat para Nabi, diatas itu derajat para Rasul dan diatasnya lagi derajat para rasulul Ulul Azmi, lalu yang paling tinggi adalah derajat Rasulullah Muhammad s.a.w. sebab beliau mampu melawan kehendak dunia seisinya demi cintanya kepada Allah.

5. Kontinuitas musyahadah (menyaksikan) dan ma'rifat (mengenal) Allah s.w.t. Penglihatan kalbunya terarah kepada nama-nama Allah dan sifat-sifatNya. Kesadaran dan penglihatan kalbunya berkelana di taman ma'rifatullah (pengenalan Allah yang paling tinggi). Barang siapa ma'rifat kepada asma-asma Allah, sifat-sifat dan af'al-af'al Allah dengan penyaksian dan kesadaran yang mendalam, niscaya akan dicintai Allah.

6. Menghayati kebaikan, kebesaran dan nikmat Allah lahir dan batin akan mengantarkan kepada cinta hakiki kepadaNya. Tidak ada pemberi nikmat dan kebaikan yang hakiki selain Allah. Oleh sebab itu, tidak ada satu pun kekasih yang hakiki bagi seorang hamba yang mampu melihat dengan mata batinnya, kecuali Allah s.w.t. Sudah menjadi sifat manusia, ia akan mencintai orang baik, lembut dan suka menolongnya dan bahkan tidak mustahil ia akan menjadikannya sebagai kekasih. Siapa yang memberi kita semua nikmat ini? Dengan menghayati kebaikan dan kebesaran Allah secara lahir dan batin, akan mengantarkan kepada rasa cinta yang mendalam kepadaNya.

7. Ketertundukan hati secara total di hadapan Allah, inilah yang disebut dengan khusyu'. Hati yang khusyu' tidak hanya dalam melakukan sholat tetapi dalam semua aspek kehidupan ini, akan mengantarkan kepada cinta Allah yang hakiki.

8. Menyendiri bersama Allah ketika Dia turun. Kapankan itu? Yaitu saat sepertiga terakhir malam. Di saat itulah Allah s.w.t. turun ke dunia dan di saat itulah saat yang paling berharga bagi seorang hamba untuk mendekatkan diri kepadaNya dengan melaksanakan sholat malam agar mendapatkan cinta Allah.

9. Bergaul dengan orang-orang yang mencintai Allah, maka iapun akan mendapatkan cinta Allah s.w.t.

10. Menjauhi sebab-sebab yang menghalangi komunikai kalbu dan Al-Khaliq, Allah subhanahu wataala.

Disarikan oleh Muhammad Dzaki Ismail
Sumber: http://www.pesantrenvirtual.com

Pesona Kelembutan Islam



islam-lembutSepakat! Bahwa Islam adalah TIDAK SAMA dengan terorisme dan radikalisme. Islam itu Indah! Karena selalu membekalkan kepada umat untuk berperilaku baik dan berlaku ikhlas sesuai jalan yang diberikan Allah SWT.

Di antara akhlak Nabi Saw. yang paling menonjol, beliau adalah pribadi yang lemah-lembut. Kesaksian semua orang yang pernah semasa dengan beliau, menggambarkan bahwa beliau tidak pernah berkata kasar, tidak pernah mengumpat, dan tidak pernah berlaku bengis.

Bahkan, beliau Saw. tidak pernah marah, kecuali terhadap perbuatan yang melanggar kehormatan agama. Ada beberapa hikmah yang bisa kita peroleh dari perangai lemah-lembut, seperti telah dicontohkan oleh Nabi Saw. Yaitu di antaranya:

Pertama, kelemahlembutan bisa membuat kita menjadi pribadi yang indah.

Secara garis besar, Allah Swt. Mengkaruniakan dua keindahan kepada manusia: keindahan fisik, dan keindahan kepribadian. Manusia pada umumnya mudah terpukau oleh keindahan fisik. Namun, keindahan fisik ini akan segera kehilangan kesan bila tingkah-laku dan kata-katanya kasar. Di sinilah, kelemahlembutan menjadi kunci untuk mewujudkan pribadi yang indah. Nabi Saw.bersabda:

“Sesungguhnya Allah memberi (keutamaan) kepada kelemahlembutan, yang tidak diberikanNya kepada kekerasan, dan tidak juga diberikanNya kepada (sifat-sifat) yang lain.” (HR. Muslim dari `Aisyah ra.)

Dalam kesempatan lain, Nabi Saw. bersabda:

“Sesungguhnya kelemahlembutan tidak melekat pada sebuah pribadi kecuali sebagai perhiasan, dan tidak terlepas darinya kecuali sebagai keaiban.” (HR. Muslim)

Kedua, kelemahlembutan bisa membentuk orang-orang dan lingkungan di sekitar kita.

Banyak Sahabat RA yang memperoleh hidayah (masuk Islam) setelah menyaksikan pribadi Nabi Saw. yang lemah-lembut. Salah satunya :

Tsumâmah bin Atsâl ra. Suatu hari, Tsumâmah yang masih musyrik tertangkap dalam sebuah peperangan melawan kaum Muslimin. Ketika Nabi Saw. Menjenguk para tawanan, beliau sempat bertanya kepada Tsumâmah, “Apa yang ingin kau katakana, wahai Tsumâmah?” Tsumâmah menjawab, “Jika kau hendak membunuhku, hai Muhammad, sesungguhnya kau membunuh seseorang yang memiliki pengaruhkuat. Jika mau berbuat baik kepadaku, maka kau berbuat baik kepada orang yang tahu berterima kasih. Dan jika kau ingin harta tebusan,sebutkan saja berapa pun jumlahnya, pasti akan aku bayar.”

Namun Nabi Saw tidak memerintahkan untuk membunuh Tsumâmah,atau meminta tebusan darinya. Beliau Saw malah mengingatkan paraSahabat ra agar merawat Tsumâmah dan tawanan lainnya dengan baik.

Demikianlah, sampai tiga kali kesempatan Nabi Saw.menanyakan hal yang sama kepada Tsumâmah, ia terus menantang untuk dibunuh saja atau membayar tebusan dalam jumlah yang besar. Setelah para tawanan tersebut dirawat hingga pulih kondisimereka, alih-alih mereka dibunuh atau dimintai uang tebusan.

Nabi Saw dengan senyum mengembang malah membebaskan mereka tanpa syarat dan menyuruh mereka untuk kembali kepada keluarga masing. Tsumâmah pun beranjak meninggalkan Nabi Saw dan para Sahabatra. Namun tak lama berselang, ia kembali menghadap Nabi Saw, mengikrarkan ke-Islamannya. Lalu ia berkata, “Sungguh, wahaiRasulullah, sebelum ini tiada orang yang paling saya benci di duniaselain anda. Tapi sekarang anda menjadi orang yang paling sayacintai di dunia ini.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ketiga, kelemahlembutan adalah pelindung hati dari noda danpenyakit kalbu.

Yang perlu disadari, ketika kita berkata kasar danmengumpat, sebenarnya kita tidak sedang merugikan orang lain. Tapi, terlebih lagi, kita sedang menodai hati kita sendiri, mengotorinyadengan kekasaran, serta membuatnya menjadi keras.

Suatu kali, Nabi Saw. tengah dudukbersama Aisyah ra. Lalumelintaslah sekelompok orang Yahudi di hadapan beliau. Tiba-tibamereka menyapa Nabi Saw. dengan memelesetkan ungkapan “Assalâmu’alaikum” menjadi “Assâmu `alaika”—kebinasaanatasmu, hai Muhammad. Mendengar serapah orang-orang Yahudi itu, Aisyah ra. naikpitam dan balik memaki mereka. Namun Nabi Saw. segera menenangkanAisyah ra dan memintanya agar tidak mengotori mulut dan hatinya dengan kekasaran dan kebencian. Lalu beliau memberikan alasan:

“Sesungguhnya Allah Swt. lembut, dan menyukaikelemahlembutan dalam segala hal.” (HR. al-Bukhari)

Lemah-lembut dalam tutur kata, lemah-lembut dalam canda,serta lemah-lembut dalam tingkah-laku ternyata merupakan salah satu keteladanan yang paling menonjol dalam diri Rasulullah Saw. Dan saat ini, dalam keseharian kita, baik dalam lingkup kehidupan sosial yang paling kecil hingga yang paling besar; betapa kita menghajatkanketeladanan ini demi terus menjaga keseimbangan sosial yang kita miliki. Toh Allah Swt. telah berfirman:

“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah suri teladanyang baik bagitu; yaitu bagi orang-orang yang mengharap (keridhaan)Allah…” (TQS. Al-Ahzâb; 21)

Kelemahlembutan bukan indikasi ketidakberdayaan, tetapimerupakan tanda kemampuan untuk mengendalikan diri. Sebaliknya, kekasaran bukan tanda kekuasaan, namun tanda kerapuhan emosional dankelemahan kepribadian. Pada titik singgung ini, Nabi Saw. bersabda:

“Apabila Allah Swt. menyukai seorang hamba, maka Ia akanmengkaruniainya kelemahlembutan. Dan barangsiapa dari keluargakuyang mengharamkan/ menjauhi kelemahlembutan, maka sesungguhnya diatelah menjauhi kebaikan.” (HR. Muslim dan Abu Dawud)

So, mau tunggu apalagi sobat. Bersikaplah lemah lembut dalam dan untuk kebaikan. Tetapi, bersiaplah untuk bertindak tegas kepada kemungkaran dan kejahatan.

Tegas itu belum tentu harus kasar dan menyakitkan bukan??

Sumber:
http://mta-online.com

Agar Dada Seorang Hamba menjadi Lapang dan Bersinar



Penulis: Al-Ustadz Dzulqarnain Bin Muhammad Sanusi


Hiruk pikuk kehidupan dengan berbagai bentuk aktivitas yang terus bergulir tanpa henti sering melahirkan halangan dan tantangan yang mengantar seorang hamba kepada gundah gulana dan ketidaktenangan hati. Namun bagi seorang mukmin sejati, cahaya Al-Qur’ân dan Sunnah Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam adalah penerang jalan menuju kepada kehidupan indah yang senantiasa membuat dadanya lapang dan bercahaya.

Hidup dengan dada yang lapang adalah suatu nikmat yang sangat berharga dan dambaan setiap insan. Renungilah besarnya nikmat ini sehingga Allah ‘Azza wa Jalla mengingatkan Nabi-Nya terhadap karunia tersebut dalam firman-Nya,

“Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?” (QS. Al-Insyirâh :1)

Dan Nabi Musa ‘alaissalâm setelah beliau dimuliakan menjadi seorang rasul, maka awal doa beliau kepada Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ,

“Berkata Musa: “Ya Rabbku, lapangkanlah untukku dadaku,”…” (QS. Thohâ :25)

Banyak hal dalam tuntunan syari’at kita yang diterangkan sebagai tumpuan-tumpuan berpijak bagi seorang hamba agar senantiasa berhati lapang dan bercahaya.

Berikut ini, beberapa pilar pelapang dada seorang hamba, kami simpulkan dari keterangan Ibnul Qayyim[1]dan selainnya :

1. Memurnikan Tauhid.

Memurnikan peribadatan kepada Allah Taqaddasa Dzikruhu adalah tonggak keselamatan, tujuan dari penciptaan manusia, misi dakwah setiap nabi yang diutus kepada makhluk dan itulah adalah hakikat dari Islam yang bermakna berserah diri, ikhlash dan tunduk kepada-Nya. Maka sangat wajar bila memurnikan tauhid adalah hal yang sangat melapangkan dada dan meneranginya. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman dalam Al-Qur’ân Al-Karîm,

“Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Rabbnya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Az-Zumar :22)

“Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman. Dan inilah jalan Rabbmu; (jalan) yang lurus. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan ayat-ayat (Kami) kepada orang-orang yang mengambil pelajaran.” (QS. Al-An’âm :125-126)

Dan dengan memurnikan ibadah kepada Allah ‘Azza wa Jalla manusia akan hidup di bawah teduhan keamanan dan kesejahteraan. Sebagaimana dalam firman-Nya,

“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan keimanan mereka dengan kezhaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-An’âm :82)

Dan dalam Tanzil-Nya,

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kalian dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. An-Nûr : 55)

2. Berpegang teguh terhadap Al-Qur’ân dan As-Sunnah.

Allah Jalla wa ‘Alâ menurunkan Al-Qur`ân sebagai rahmat dan kebahagian bagi orang-orang yang beriman, sebagaimana dalam firman-Nya,

“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur`an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (QS. An-Nahl : 89)

Dan Allah Ta’âlâ berfirman,

“Dan Kami turunkan dari Al-Qur`ân suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-Qur`ân itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zhalim selain kerugian.” (QS. Al-Isrô` : 82)

Dan Nabi shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam menyatakan,

لَقَدْ تَرَكْتُكُمْ عَلَى الْبَيْضَاءِ لَيْلِهَا كَنَهَارِهَا لَا يَزِيْغُ بَعْدِيْ عَنْهَا إِلَّا هَالِكٌ

“Sungguh saya telah meninggalkan kalian di atas suatu yang sangat putih, malamnya sama dengan siangnya, tidaklah seorangpun menyimpang darinya setelahku kecuali akan binasa.” [2]

Maka sangatlah lumrah bagi siapa yang berpegang teguh terhadap tuntunan Al-Qur`ân dan As-Sunnah akan senantiasa membuat dadanya lapang dan bersinar penuh petunjuk dan kebahagian tanpa ada kesensaraan. Sebagaimana dalam firman-Nya,

“Barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (QS. Thôhâ : 123-124)

“Thaahaa. Kami tidak menurunkan Al-Qur`ân ini kepadamu agar kamu menjadi susah; tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah).” (QS. Thôhâ : 1-3)

3. Berbekal Ilmu Syari’at.

Tatkala seluruh kebaikan bagi manusia tercakup dalam ilmu syari’at maka segala kebahagian dan ketenangan, keberhasilan dan kebahagian manusia sangat bertumpu pada ilmu syari’at. Karena itu Allah Ta’âlâ tidak memerintah Nabi-Nya untuk meminta tambahan nikmat apapun selain dari tambahan ilmu. Allah Ta’âlâ berfirman,

“Dan katakanlah, “Ya Rabbku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.”.” (QS. Thôhâ : 114)

Dan dengan ilmu syari’at itulah diraihnya berbagai derajat keutamaan di dunia dan akhirat. Sebagaimana dalam firman-Nya,

“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al-Mujâdilah :11)

Berkata Ibnul Qayyim rahimahullâh, “Sesungguhnya ilmu itu melapangkan dada dan meluaskannya sehingga ia menjadi lebih luas dari dunia. Dan kejahilan akan mewariskan kesempitan, keterbatasan dan keterkurungan. Kapan ilmu seorang hamba semakin luas maka dadanya akan semakin lapang dan lebih meluas. Namun ini bukanlah pada setiap ilmu, bahkan hanya pada ilmu yang terwarisi dari Ar-Rasul shallallâhu ‘alaihi wa sallam yaitu ilmu yang bermanfaat. Orang-orang yang berilmu (merekalah) yang paling lapang dadanya, paling luas hatinya, paling indah akhlaknya dan paling baik kehidupannya.” [3]

4. Kecintaan Kepada Allah.

Salah satu sifat yang wajib dimiliki oleh seorang yang beriman bahwa kecintaannya kepada Allah adalah yang terbesar dan melebihi kecintaannya kepada seluruh makhluk. Allah berfirman,

“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah.” (QS. Al-Baqarah :165)

Kecintaannya kepada Allah tersebut akan mengantar seorang hamba menuju kehidupan yang sangat indah, kelapangan hati dan ketenangan jiwa karena rongga hatinya hanya terpenuhi oleh kecintaan kepada Allah dan ketergantungan kepada-Nya. Wajarlah bila Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam bersabda,

ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ وَجَدَ حَلَاوَةَ الْإِيْمَانِ أَنْ يَكُوْنَ اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءُ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا للهِ وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُوْدَ فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ

“Tiga (sifat) yang tidaklah terdapat pada seseorang, pasti ia akan mendapatkan kelezatan iman; hendaknya Allah dan Rasul-Nya yang paling ia cintai melebihi selain keduanya, dan ia mencintai seseorang, tidaklah ia mencintainya melainkan hanya karena Allah, serta ia benci untuk kembali kepada kekufuran sebagaimana ia benci untuk dilemparkan ke dalam api neraka.” [4]

5. Senantiasa bertaubat.

Menyadari kekurangan, menyesali kesalahan dan bertaubat kepada Yang Maha Mencipta adalah diantara sifat-sifat yang memberikan berbagai keajaiban dalam kehidupan seorang hamba dan sangat menerangi hati serta melapangkan dadanya. Karena itu, sikap senantiasa bertaubat sangat ditekankan dalam tuntunan syari’at Islam yang mulia. Allah menjamin keberuntungan bagi orang-orang yang senatiasa bertaubat,

“Dan bertaubatlah kalian sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kalian beruntung.” (Q.S. An-Nûr :31)

Dari doa Nabi Ibrahim ‘alaissalâm untuk mengujudkan keamanan dan kesejahteraan pada negeri Mekkah yang dirintisnya,

“Ya Rabb kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji kami, dan berilah taubat untuk kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Al-Baqarah :128)

Dan sangatlah indah kehidupan orang-orang yang bertaubat tatkala sifat mulia mereka itu akan memberikan berbagai keutamaan dan kenikmatan sebagai hamba-hamba yang dicintai oleh Allah. Sebagaimana dalam firman-Nya,

“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (Q.S. Al-Baqarah :222)

6. Dzikir.

Dzikir adalah penyejuk hati dan penenang jiwa. Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ berfirman,

“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan dzikir kepada Allah. Ingatlah, hanya dengan dzikir kepada Allah-lah hati menjadi tenteram.” (Q.S. Ar-Ra’d :28)

Dengan dzikir seorang hamba akan mendapatkan pengampunan dan pahala yang sangat besar,

“…dan laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (Q.S. Al-Ahzâb :35)

Dan keberuntungan bagi orang-orang yang banyak berdzikir,

Dan dzikirlah kepada Allah sebanyak-banyaknya supaya kalian beruntung.” (Q.S. Al-Jumu’ah :10)

Dan sungguh dzikir membuat hati seorang hamba menjadi lapang dan bersinar tanpa ada kerugian seperti yang terjadi pada orang-orang lalai,

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-harta dan anak-anak kalian melalaikan kalian dari dzikir kepada Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi.” (Q.S. Al-Munâfiqûn :9)

7. Berbuat baik kepada Makhluk.

Memberi manfaat kepada makhluk dengan harta, badan, kedudukan dan selainnya dari berbagai bentuk perbuatan baik adalah hal yang sangat melapangkan dada seorang hamba dan meneranginya. Karena itu Allah ‘Azza wa Jalla memerintah dalam firman-Nya,

“Sesungguhnya Allah menyuruh untuk berlaku adil, berbuat kebajikan, dan memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepada kalian agar kalian dapat mengambil pelajaran.” (Q.S. An-Nahl :90)

Dan Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللهَ كَتَبَ الْإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةِ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذِّبْحَةِ وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ فَلْيُرِحْ ذَبِيْحَتَهُ

“Sesusngguhnya Allah telah menetapkan untuk berbuat kebajikan terhadap segala sesuatu. Maka apabila kalian membunuh perbaiklah cara membunuhnya, apabila kalian menyembelih perbaiklah cara menyembelihnya dan hendaknya salah seorang dari kalian mempertajam pisaunya dan membuat tenang sembelihannya.” [5]

Dan di akhirat kelak Allah menjanjikan,

“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada di dalam taman-taman (surga) dan di mata air-mata air, sambil mengambil apa yang diberikan kepada mereka oleh Rabb mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat baik.” (Q.S. Adz-Dzâriyât :15-16)

Demikian beberapa pilar pelapang dada seorang mukmin. Dan perlu diketahui bahwa segala perkara yang bertentangan dengan apa yang disebutkan di atas pasti akan memberikan kesempitan, kesesakan dan gundah gulana. Karena itu, tidak seorang pun yang lebih sempit hatinya dari pelaku kesyirikan. Dan siapa yang berpaling dari Al-Qur`ân dan As-Sunnah maka ia akan senantiasa berada dalam berbagai kesengsaraan. Orang yang tidak memiliki ilmu syar’iy akan jauh dari makna ketenangan. Hati yang tergantung kepada selain Allah akan merasakan berbagai kepedihan dan kepahitan. Dan hati yang lalai dari dzikir kepada Allah bagaikan ikan yang dipisahkan dari air. Dan jeleknya hubungan dengan makhluk lain akan melahirkan berbagai problem dalam kehidupan. Dan demikianlah seterusnya.

Tentunya banyak tuntunan pelapang dada yang belum bisa diuraikan disini. Namun kami berharap keterangan-keterangan di atas bisa menjadi pencerahan dan penyenjuk bagi setiap muslim dan muslim dalam mempersiapkan bekal untuk menyonsong kehidupan kekal abadi di akhirat kelak. Waffaqallâhu Al-Jamî’ li mâ yuhibbihu wa yardhâhu.

وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ عَلَى عَبْدِهِ وَرَسُوْلِهِ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ.

[1] Dalam kitabnya Zâdul Ma’âd 2/22-26, cet. Ke-3 dari Mu`assah Ar-Risalah

[2] Diriwayatkan oleh Ahmad 4/126, Ibnu Mâjah no. 5, 43, Ibnu Abi ‘Âshim no. 48-49 dan Al-Hâkim 1/96 dari hadits Abu Dardâ` radhiyallâhu ‘anhu. Dan dishohihkan oleh Al-Albâny dalam Zhilâlul Jannah 1/27.

[3] Zâdul Ma’âd 2/23

[4] Dikeluarkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik radhiyallâhu ‘anhu.

[5] Hadits Syaddâd bin Aus radhiyallâhu ‘anhu riwayat Muslim.
Sumber: http://an-nashihah.com/index.php?mod=article&cat=PenyejukHati&article=83

Minggu, 20 Februari 2011

MENGHIDUPKAN SUNNAH, KENIKMATAN TIADA TARA



Sesungguhnya kepatuhan seorang muslim kepada syariat Allah dan kecintaannya dalam mencontoh jejak Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam (baik berupa ucapan, perbuatan dan lain-lain), merupakan suatu bukti cintanya kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Apabila seorang hamba menjalankan agama sesuai dengan tuntunan sunnah Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam maka hatinya akan tenang dan lapang. Semakin kuat rasa cintanya kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam maka akan terjalin kuat pula rasa cintanya kepada Allah Azza wa Jalla. Oleh karena itu sebagai wujud rasa cinta kita kepada Allah Azza wa Jalla, mari kita hidupkan Sunnah Rasulullah yang telah dianggap asing di tengah-tengah ummat ini.

Al Qur’an membimbing kita untuk bersikap tengah-tengah dan sederhana dalam menjalankan ajaran agama Allah. Dan mencela sikap ekstrim (melampaui batas) serta sikap meremehkan agama-Nya. Allah Azza wa Jalla berfirman :

“Sesungguhnya Allah memerintahkan untuk berbuat adil dan kebaikan.” (An Nahl : 90)

Dan firman-Nya :

“Katakanlah ; Rabbku memerintahkan untuk berbuat adil. (Al A’raf : 29)

Ayat-ayat di atas memerintahkan kita untuk berlaku adil dan bersikap tengah-tengah dalam segala perkara. Baik dalam perkara aqidah, ibadah, adab, akhlak maupun muamalah sehari hari. Serta melarang dari lawannya, yaitu bersikap ekstrim dan meremehkannya pada banyak ayat.

Di dalam beribadah kepada Allah, kita diperintahkan untuk berlaku adil. Yaitu berpegang teguh dengan apa saja yang diajarkan oleh Rasulullah dan dilarang melampaui ajaran-ajaran beliau shallallahu’alaihi wasallam. Tentunya dilandasi dengan niat ikhlas semata mengharapkan wajah Allah Azza wa Jalla dan mutaba’ah (mencontoh) sunnah Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam.

Bisa jadi tidak semua dari ajaran-ajaran Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam mampu untuk kita melaksanakannya, disebabkan kelemahan dan ketidakberdayaan kita. Namun hal tersebut bukan menjadi pemicu untuk kita mencerca ajaran beliau dan orang-orang yang menghidupkan ajaran-ajarannya. Justru dengan bukti kecintaan kita kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam menjadikan kita senantiasa senang mengikuti ajaran-ajaran beliau, walaupun dalam perkara-perkara yang dianggap remeh.

Berikut ini adalah beberapa contoh perkara, yang mana kita diperintah untuk berlaku adil dan bersikap tengah-tengah di dalam mengamalkannya. Yakni sesuai dengan bimbingan Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam :

Dalam Perkara Sholat

Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda :

… لِيَصَلِّي أَحَدُكُمْ نَشَاطُهُ, فَإِذَا فَتَرَ فَلْيَقْعُد

“Sholatlah salah seorang diantara kalian dengan berdiri, maka apabila merasa lelah hendaknya dia duduk.” (Riwayat Bukhori dan Muslim dari hadits Anas radhiyallahu’anhu).

Suatu ketika Nabi shallallahu’alaihi wasallam masuk ke masjid, tiba-tiba beliau mendapatkan seutas tali yang terikat diantara dua tiang. Lantas beliau bertanya : “milik siapa tali ini?” mereka menjawab : “tali ini milik Zainab. Apabila dia lelah, maka dia mengikatkan tubuhnya dengan (tali tersebut).” Maka Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda : “tidak, lepaskan (ikatan tali tersebut). Sholatlah salah seorang diantara kalian dengan berdiri, maka apabila merasa lelah hendaknya dia duduk.”

Demikian pula Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda :

عَلَيْكُمْ مِنْ الأَعْمَالِ مَا تُطِيْقُوْنَ, فَوَ اللهِ إِنَّ اللهَ لاَ يَمِل حَتَّى تَمِلوا

“Hendaklah kalian beramal semampu kalian, demi Allah sesungguhnya Allah tidak akan menyusahkan kalian hingga kalian menyusahkan diri kalian sendiri.” (Dikeluarkan oleh Bukhori dan Muslim)

Demikian pula tatkala datang beberapa sahabat Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam, lalu mengatakan : “Adapun saya, saya akan melaksanakan sholat malam dan tidak akan tidur.” Maka beliau bersabda : “Demi Allah, sesungguhnya aku lebih takut dan lebih bertaqwa kepada Allah daripada kalian. Akan tetapi aku….. tetap melaksanakan sholat malam dan tidur.” (Riwayat Bukhori dan Muslim).

Dan juga Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda :

وَأَحَبُّ الصَّلاَةِ إِلَى اللهِ صَلاَةُ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ كَانَ يَنَامُ نِصْفَ اللَّيْلِ, وَيَقُوْمُ ثُلُثَهُ, وَيَنَامُ سُدُسَهُ

“Sholat yang paling disukai Allah adalah sholatnya Nabi Daud ‘alaihis salam. Beliau tidur di pertengahan malam, lalu bangun disepertiga malam dan tidur diseperenamnya.” (Riwayat Bukhori dan Muslim).

Dalam Shohih Muslim dari hadits Aisyah radhiyallahu’anha, bahwasanya Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda : “Apabila salah seorang diantara kalian dihinggapi rasa kantuk di dalam sholat maka hendaknya dia tidur hingga hilang rasa kantuknya”. (Riwayat Muslim)

Dan dalam hadits Abu Hurairoh, dia berkata : Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda : “Apabila salah seorang diantara kalian hendak melaksanakan sholat malam lalu terasa berat melafadzkan ayat-ayat Al Qu’ran (karena rasa kantuk), sehingga dia tidak lagi mengetahui bacaannya. Maka hendaklah dia berbaring.” (Riwayat Muslim)

Riwayat-riwayat di atas menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang rahmat. Tidaklah agama ini diturunkan melainkan memberi kemudahan dan keringanan kepada seorang hamba dalam menjalankannya. Sungguh benar firman Allah Ta’ala : “Tidaklah Kami mengutus engkau (wahai Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam.” (Al Anbiya : 107)

Di dalam hadits-hadits tersebut juga mengandung makna bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam tidak memerintahkan seseorang untuk tetap sholat dalam keadaan berdiri ketika mendapati dirinya lelah dan letih. Akan tetapi beliau justru memerintahkan untuk duduk. Dan hal ini sebagai wujud kasih sayang beliau terhadap ummat ini.

Dalam Perkara Puasa

Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda : “Berpuasalah dan berbukalah.” (Riwayat Bukhori dan Muslim)

Dan beliau bersabda : “Berpuasalah sehari dan berbukalah sehari, karena sesungguhnya hal tersebut adalah puasa yang paling dicintai Allah Azza wa Jalla.” (Riwayat Bukhori dan Muslim)

Hal ini juga merupakan kasih sayang Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam kepada ummatnya. Beliau memerintahkan kepada ummat ini untuk berpuasa seperti yang dicontohkan beliau shallallahu’alaihi wasallam. Karena tidaklah beliau memerintahkan suatu perkara melainkan akan mendatangkan kemaslahatan dan kebaikan yang banyak. Seperti dalam hadits di atas, beliau memerintahkan untuk berpuasa dan demikian berbuka. Beliau tidak memerintahkan untuk berpuasa secara bersambung. Karena hal ini telah dilarang oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam, sebagaimana sabda Beliau : “Tidak ada puasa bagi orang yang melaksanakan puasa Al Abad (puasa terus menerus tanpa berbuka).” (Dikeluarkan Bukhori dan Muslim).

Dalam Perkara Tilawah Al Qur’an

Telah datang dari hadits Abdullah bin Amr bin Al Ash radhiyallahu’anhu, dia berkata : “Dulu aku pernah puasa Ad Dahr (terus menerus tanpa berbuka). Dan aku membaca Al Qur’an setiap malam. Maka beliau shallallahu’alaihi wasallam bertanya kepadaku : “Apakah engkau berpuasa Ad Dahr dan membaca Al Qur’an setiap malam?” lalu aku menjawab : “Wahai Nabi Allah! Tidaklah aku menginginkan hal tersebut melainkan hanya kebaikan.” Lalu beliau bersabda : “Sesungguhnya cukup bagimu untuk berpuasa tiga hari setiap bulannya.” Aku katakan : “Wahai Nabi Allah, sesungguhnya aku bisa lebih daripada itu.” Lalu beliau bersabda : “Sesungguhnya istrimu memiliki hak atas dirimu, tamu-tamumu juga memiliki hak, dan jasadmu memiliki hak.” Lantas beliau melanjutkan : “Berpuasalah seperti puasa Daud Nabi Allah alaihis salam, karena dia adalah seorang hamba yang sangat banyak beribadah.” Kemudian aku katakan : “Wahai Nabi Allah! Apakah puasa Daud itu?” Beliau menjawab : “(yaitu) berpuasa sehari dan berbuka sehari.” Lalu beliau melanjutkan : “Dan bacalah Al Qur’an setiap bulannya.” Aku katakan : “Wahai Nabi Allah, sesungguhnya aku bisa lebih daripada itu.” Kemudian beliau berkata : “Bacalah setiap dua puluh hari.” Aku katakan : “Wahai Nabi Allah, sesungguhnya aku bisa lebih daripada itu.” Kemudian beliau berkata : “Bacalah setiap sepuluh puluh hari.” Aku katakan : “Wahai Nabi Allah, sesungguhnya aku bisa lebih daripada itu.” Lantas beliau bersabda : “Bacalah pada setiap tujuh hari, dan jangan engkau tambah setelahnya, karena sesungguhnya istrimu memiliki hak atas dirimu, tamu-tamumu memiliki hak, dan jasadmu memiliki hak.” Lalu aku berkata : “Maka aku pun membebani diriku sendiri, sehingga teramat berat bagiku.” Nabi shallallahu’alaihi wasallam mengatakan kepadaku : “Sesungguhnya engkau tidak mengetahui, semoga umurmu panjang.”

Dalam sebuah riwayat disebutkan : “Sesungguhnya kedua matamu memiliki hak, dirimu dan keluargamu juga memiliki hak.”

Riwayat-riwayat di atas juga menunjukkan betapa nikmatnya menjalankan sunnah Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam. Tidak ada beban berat sedikitpun bila kita telah mengetahui ilmunya. Alhamdulillah agama ini mudah dan memberikan kemudahan setiap hamba di dalam melaksanakannya.

Dalam Perkara Infaq

Lihatlah betapa indahnya hikmah syariat yang hanif ini, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman : “Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.” Demikian pula Alah berfirman : “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan. Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Rabbnya.” (Al Isro’ : 26-27)

Demikian pula lihatlah kepada firman Allah Ta’ala : “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan.” (Al A’raf : 31)

Sungguh ini adalah manhaj (metode) yang lurus, keadilan dan sikap tengah-tengah. Tidak bersikap boros dan tidak pula bakhil. Karena keduanya adalah prilaku yang tercela. Orang-orang yang boros merupakan teman-teman syaitan dan sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang boros. Demikian pula orang-orang yang berlaku bakhil, maka penyakit apakah yang paling parah daripada penyakit bakhil?

Barangsiapa yang mampu untuk mengekang kebakhilan yang ada pada dirinya, maka dia termasuk orang-orang yang beruntung.

Dan di sana masih terdapat lagi nash-nash dari Al Qur’an dan As Sunnah yang sudah sepatutnya diketahui oleh seorang hamba, diantaranya : sabda nabi shallallahu’alaihi wasallam : “Tidak ada hasad kecuali dalam dua perkara : “…Dan seorang yang Allah memberinya harta, lalu dia membelanjakannya dalam kebenaran.” (Riwayat Bukhori dan Muslim)

Demikian pula sabda nabi shallallahu’alaihi wasallam kepada Ka’ab bin Malik : “Tahanlah untukmu sebagian dari hartamu.” (Dikeluarkan oleh Bukhori dan Muslim)

Dan Abu Bakar ra ketika menemui Rasulullah dengan seluruh hartanya, lalu nabi shallallahu’alaihi wasallam bertanya kepadanya : “Apa yang engkau tinggalkan untuk keluargamu wahai Abu Bakar?” lalu Abu Bakar menjawab : “Aku tinggalkan untuk mereka Allah dan RasulNya.” (Riwayat Abu Daud, Tirmidzi)

Demikian juga Nabi shallallahu’alaihi wasallam mengatakan kepad Sa’ad bin Abi Waqqos : “Sesungguhnya apabila engkau meninggalkan untuk para pewarismu dalam keadaan kaya itu lebih baik daripada engkau meninggalkan mereka dalam keadaan susah lagi meminta-meminta kepada manusia.”

Demikianlah beberapa contoh dari sekian banyak contoh yang bisa kami sebutkan dalam lembaran terbatas ini. Mudahan Allah memberi kemudahan untuk kita menjalankan agamanya dan menggolongkan kita termasuk orang-orang yang senantiasa setia mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam serta merasa nikmat di dalam menjalankannya. Wallahu a’lam bish showab.

Penulis : Al Ustadz Abu Abdirrahman Abdul Aziz As Salafy
Sumber: http://salafiindo.wordpress.com

Menjadi Kekasih Allah



Sebuah Keniscayaan

Bicara tentang kekasih, identik dengan berbicara tentang cinta. Sesuatu yang dicintai dan dikasihi, dimakhlumi sebagai kekasih. Nabiyullah Ibrahim mendapat julukan Kholilullah (Kekasih Allah), artinya beliau mendapatkan cinta dan kasih sayang-Nya. Cinta yang hakiki-murni-sejati adalah cinta pada Dia, Dzat Maha Suci yang secara realitas telah memberi segala yang kita rasakan sekarang. Cinta hakiki adalah cinta pada dzat yang mencintai kita.

Betapa tidak, hanya dialah yang memberikan segalanya pada kita. Tengok saja segala yang kita miliki, semuanya berasal dari Allah SWT. Semua yang kita gunakan adalah milik-Nya, lalu atas dasar kasih-Nya Dia mengijinkan kita untuk menggunakan semua itu. Hakekatnya, badan, tanah, rumah, kendaraan, kekayaan, jabatan dan segala hal yang kita gunakan bukanlah milik hakiki kita. Itu adalah milik Allah SWT yang atas cinta-Nya dibolehkan untuk kita gunakan sehingga menjadi �milik' kita didunia. Bukti konkret bahwa semua itu bukan milik hakiki kita, hanya �milik' sementara saja, adalah ketika siapapun meninggal maka semua itu tidak dibawanya. Badan hancur lebur dimakan bakteri; tanah, rumah, kendaraan, dan kekayaan tidak ikut dikubur, semuanya diwariskan. Jabatan juga hanya tinggal sebutan. Satu-satunya jabatan yang melekat adalah : MAYAT

Semua yang kita punya berasal dari Allah SWT. Saya percaya, anda pernah berpikir mengapa anda dapat membaca buku ini ? sebab, anda punya energi yang diolah dari makanan beserta indera yang dimiliki. Padahal, proses terbentuknya energi dari makanan itu melalui suatu proses metabolisme yang canggih. Siapakah yang menjadikan proses metabolisme sejak lahir dalam diri kita ? kitakah? Bukan! Allah SWT. Dengan penuh cinta memberikannya kepada kita sejak bayi. Tanpa metabolisme, kita tak berdaya apa-apa. Organ tubuh kita dengan fungsinya masing-masing, kitakah yang membuatnya? Tentu, bukan! Allah SWT. Menciptakannya untuk kita gunakan. Kita makan nasi, siapakah yang membuat padinya? Petani ? kita, tentu, akan mengatakan : �bukan, petani hanyalah menanam�. Allah SWT. Memang sengaja menciptakan padi untuk kita makan. Dia telah berjanji memberi rizki pada setiap makhluknya. Pakaian yang kita kenakan berasal dari benang, dan benang berasal dari kapas, siapakah yang menjadikan pohon kapas? Bukan siapapun melainkan Allah SWT. Setiap apapun yang kita gunakan, terang sekali ciptakan Allah SWT. Tak ada sesuatu apapun yang kita miliki dan gunakan kecuali berasal dari Allah Dzat Maha Sayang. Kita tak punya daya dan upaya tanpa Allah SWT, la hawla wa la quwwata illa billah . Semua itu merupakan wujud sifat kasih sayang Allah SWT ( Ar rahman ) yang dia berikan kepada kita.

Realitas menunujukkan tidak ada siapapun yang mencintai kita memberi segala yang kita punyai dan kita butuhkan selain Allah Pencipta kita. Kecintaan Allah SWT. Nampak begitu nyata. Bila demikian, maka sangat rasional bila saya, anda, dan siapapun ingin menjadi kekasih-Nya. Ingin menumpahkan cinta kita kepada-Nya. Kehendak menjadi kekasih Allah SWT. Dan mencurahkan kecintaan kepada-Nya sungguh merupakan keniscayaan bagi mereka yang menyadari sebagai hamba Allah Dzat Maha Pemberi.

Wujud Nyata

Wujud cinta tersebut umumnya teraplikasi setidaknya dalam tiga bentuk. Pertama, lebih mementingkan perintah kekasihnya dari pada perintah yang lain; kedua, lebih mementingkan pertemuan dengan kekasihnya dibanding dengan yang lain; dan ketiga, lebih mementingkan mendapat keridhoan kekasihnya dari pada mendapatkan keridhoan yang lainnya. Karenanya, untuk mengecek apakah kita sudah menjadikan Allah SWT sebagai kekasih sejati atau belum mestinya kita mengecek sudahkah kita selalu taat pada perintah-Nya ? sudahkah selalu ingin bertemu dengan-Nya dalam peribadatan? Sudahkah mengharapkan keridhoan hanya dari-Nya? Kepada hukum Allah ataukah hukum thaghut? Jika jawabannya belum, maka tidak salah bila saat ini nurani anda bergumam: �hipokrit engkau wahai jiwaku!� sekalipun demikian, sampai sekarangpun belum terlambat untuk menjadikan-Nya al-Mahbub (yang dicintai). Yakinlah, kita dapat menjadi kekasih-Nya hingga nama kita senantiasa disebut-sebut di kalangan para malaikat.

Satu hal yang penting dicatat, tidak mungkin Allah SWT menyayangi dan mengasihi kita dalam keridhoan-Nya bila kita sendiri tidak mencintai-Nya. Inilah kiat pertama yang mutlak dilakukan:� Jadikanlah Allah sebagai kekasih kita, niscaya kita akan menjadi kekasih-Nya�. Katakanlah:�Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosa kalian.� Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang . Begitu firman Allah SWT dalam surat Ali �Imron [3] ayat 31.

Seorang muslim, apalagi pengemban dakwah, sudah sepatutnyalah menjadikan cinta tertingginya untuk Allah SWT. Karena dia adalah penyebar ajaran-ajaran-Nya. Dengan demikian ia akan menjadi uswah dan qudwah bagi masyarakat obyek dakwahnya. Sulit dibayangkan seseorang mengajak orang lain untuk mencintai Allah SWT bila dia yang mengajaknya tidak menjadikan Allah SWT sebagai kekasihnya. Jadi, keimanan dan tanggung jawab ini akan mendorong setiap mukmin pengemban dakwah terus berusaha untuk mencintai sekaligus dicintai oleh Allah. Demikian pula muslim pada umumnya.

Langkah Menjadi Kekasih-Nya

Siapapun yang men- tadabburi kalamullah, akan menemukan beberapa sifat yang harus dimiliki agar menjadi hamba yang dicintai Khaliq- nya. Beberapa karakteristik tersebut diantaranya :

1. Beriman

Adanya iman pada seseorang, merupakan syarat mutlak bagi hamba yang berhasrat dicintai Allah. Tanpa ini, jangan harap ada cinta dari-Nya. pada ayat 18 al-Fath, yang memberikan gambaran baiatur Ridwan, Allah menjelaskan hal tersebut. Seorang mukmin, terlebih-lebih para pengemban dakwah betul-betul memiliki keimanan yang mantap disertai dengan pembuktiannya dalam kehidupan sehari-hari. Ia senantiasa bergetar hatinya apabila disebut nama Allah (artinya disebut ayat-ayat Allah) sebagai lambang kerinduan kepada-Nya, bahkan iapun berusaha selalu memahami ayat-ayat Allah dengan mendalam sehingga keimanannya makin bertambah setiap dibacakan ayat-ayat-Nya. Sebagaimana firman Allah SWT :

� Sesungguhnya orang-orang yang beriman (orang yang sempurna imannya) itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhan-lah mereka bertawakkal.� ( Qs. Al-Anfaal [8]:2 )

penampakan keimanan yang lainnya, ia senantiasa khusyu' dalam sholatnya. Sebagaimana firman Allah SWT:

� (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya.� ( Qs. Al-Mukminuun[23] : 2 )

saat melakukan sholat, pikirannya tertuju pada makna bacaan, lidahnya membaca dan hatinya menghayati apa yang dibacanya itu. Ia dapat khusyu' seperti ini karena betul-betul meyakini akan pertemuannya dengan Allah dan ia pun yakin bahwa ia pasti akan kembali dan bertemu dengan-Nya. Sebagaimana firman Allah SWT :

� (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.� ( Qs. Al-Baqarah [2] : 46 )

Keimanan yang seperti ini akan juga membuahkan amal-amal yang menjauhkan diri dari perkataan yang tidak berguna. Sebagaimana firman Allah SWT:

� Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna.� ( Qs. Al-Mukminuun[23]:3 )

Demikian pula ia mengeluarkan zakat, menjaga arji- nya dari berzina, selalu memegang teguh dan menyampaikan amanat, menepati janji, dan selalu menjaga sholatnya agar tidak terbengkalai. Sebagaimana firman Allah SWT :

�Dan orang-orang yang menunaikan zakat. Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya. Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barang siapa mencari yang dibalik itu maka mereka itulah orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. Dan sembahyangnya.�( Qs. Al-Mukminun [23]:4-9 )

Dalam kitab Nashooihul �Ibad, Ibnu Hajar al-Atsqolani mengutip sebuah hadist Rasulullah SAW yang berkaitan dengan tanda-tanda keimanan :

�Suatu hari Rasulullah berjumpa dengan beberapa sahabat, beliau bertanya: �Apa kabar kalian pagi ini?' mereka menjawab: �kami tetap beriman kepada Allah.' Apa tanda iman kalian?' tanyanya, mereka pun menjawab: �kami tabah menghadapi cobaan, bersyukur atas kehidupan yang enak dan kami ridho kepada ketentuan Allah SWT.' Mendengar jawaban itu beliau bersabda: �Demi Rabb penguasa ka'bah, kalian benar-benar beriman.�

2. Bertaqwa

Allah SWT berfirman :

� (Bukan demikian) sebenarnya siapa yang menepati janji (yang dibuatnya) dan bertaqwa maka sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaqwa.� ( Qs. Ali Imron [3] :76 )

�Bagaimana bisa ada perjanjian (aman) dari sisi Allah dan Rasul-Nya dengan orang-orang musyrik, kecuali orang-orang yang kamu telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) di dekat Masjidil Haram (perjanjian Hudaibiyah) ? maka selama mereka berlaku lurus terhadapmu, hendaklah kamu berlaku lurus (pula) terhadap mereka. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaqwa.� ( Qs. At-Taubah [9]:7 )

Para ulama mendefinisikan taqwa sebagai melaksanakan seluruh perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Dengan demikian, seorang pengemban dakwah akan senantiasa memaksa dan memacu dirinya untuk terikat dengan seluruh aturan Allah SWT (syariat Islam) dalam setiap keadaan apapun. Sebagaimana sabda Rasul SAW:

�Bertaqwalah kepada Allah dimanapun engkau berada.� ( HR. Tirmidzi )

taqwa tidak melekat begitu saja pada seseorang. Ia lebih merupakan suatu hasil kerja terus menerus dengan amal Islami. Karenanya, taqwa perlu dibina, disuburkan dan diistiqamahkan. Kehidupan duniawi laksana seseorang yang mengendarai kuda. Bila lalai mengatur kendalinya, tak tahu kuda lari kemana dan kita bernasib bagaimana. Yang jelas kita akan tersesat dalam kondisi sesesat-sesatnya. Dalam hidup di dunia, taqwa itulah kendalinya.

Sayidina Utsman bin Affan ra pernah mengungkap lima hal penting sebagai wujud taqwa pada seseorang yaitu : suka bergaul dengan orang yang baik dalam agamanya serta dapat mengekang nafsu syahwat dan lisannya; bila ditimpah musibah keduniaan yang besar dia menganggapnya sebagai ujian; bila ditimpah urusan kecil mengenai keagamaan dia merasa untung karenanya; tidak menjejali perutnya walaupun dengan makanan yang halal karena takut tercampur dengan barang haram; dan pada pandangannya orang lain sudah berhasil membersihkan dirinya sedangkan dirinya merasa masih kotor.�

3. Berbuat Ihsan

Al Fadhil Ibn �Iyadh berkata : �Sesungguhnya sesuatu perbuatan apabila benar tetapi tidak ikhlas maka amal itu tidak diterima. Demikian pula apabila dilakukan dengan ikhlas tetapi tidak benar (showab) maka amal itupun tidak diterima, jadi harus ikhlas dan benar. Ikhlas artinya hanya karena Allah, dan benar artinya sesuai dengan sunnah Rasul Allah SAW.

Dengan demikian dengan dua syarat tadi mudahlah mengukur amal kita, termasuk amal yang ihsan (baik) atau tidak

Berkaitan dengan seruan berbuat baik, Allah SWT telah menegaskan dalam firman-Nya :

�Dan belanjakanlah (harta bendamu) dijalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri kedalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah SWT menyukai orang-orang yang berbuat baik.� ( Qs. Al-Baqarah [2]: 195 )

�Menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.� ( Qs. Ali Imron [3] : 134 )

Selain itu, disaat melakukan suatu perbuatan tujuannya harus betul-betul dalam rangka beribadah kepada Allah SWT; dengan seakan-akan kita melihat-Nya dan apabila kita tidak dapat melihat-Nya maka sesungguhnya Allah melihat kita. Inilah definisi ihsan dalam beribadah menurut Rasul SAW yang tercantum dalam sebuah hadist riwayat Imam Muslim. Apabila kita sudah bersikap seperti ini (ihsan) niscaya dalam setiap melakukan perbuatan akan selalu ikhlas dan benar.

Banyak sekali amal kebaikan yang dapat dilakukan, baik yang berhubungan dengan Allah seperti sholat, membaca Al qur'an, shaum, berhubungan dengan diri sendiri seperti berakhlakul karimah, berpakaian rapi, menjaga diri dari makanan haram, ataupun berhubungan dengan sesama manusia dalam bermuamalah dan uqubat.

Jangan sekali-kali menganggap remeh suatu amal kebaikan. Sekecil apapun lakukanlah perbuatan baik tersebut, tinggalkanlah perbuatan dosa. Ingat pula, jangan menunda-nunda amal ! Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Ibnu Umar berkata: � jika engkau di waktu sore janganlah engkau menunggu pagi, dan jika engkau di waktu pagi janganlah engkau menunggu sore. Pergunakanlah sehatmu untuk beramal sebelum sakit, dan pergunakanlah hidupmu sebelum mati.�

Sementar itu, Khalifah Ali Karamaallahu Wajhah berpesan ; � jadilah kamu sebaik-baik manusia disisi Allah dan anggaplah kamu sejelek-jelek manusia menurut dirimu sendiri dan jadilah kamu orang yang berguna di Masyarakat.�

4. Selalu Sabar

Seperti halnya dalam kehidupan yang lain, dalam medan da'wah pun tidak luput dari tantangan, ancaman, hambatan, dan gangguan. Semua itu pada hakekatnya merupakan ujian. Maka sabar merupakan pakaian para pengemban dakwah dimanapun berada dan kondisi apapun yang tengah dihadapinya. Sabar tidaklah harus berarti berdiam diri melainkan harus berusaha juga sekuat tenaga untuk menghadapinya. Mereka yang tidak sabar termasuk orang yang merugi, ia akan cepat frustasi, marah-marah, stress, bahkan bisa jadi menyalahkan Allah SWT. Naudzu billahi min dzalik. Sabar bukanlah paket yang disediakan secara Inheren dalam penciptaan manusia. Sabar hanya akan ada pada mereka yang mengupayakannya. Anda dapat sabar ataukah tidak, terserah pilihan anda. Begitu pula saya atau dia. Bagi kita yang hendak menanam kesabaran diri ada beberapa pengalaman yang dapat dijadikan cermin untuk meraihnya upaya tersebut antara lain :

Pertama, pahamilah bahwa hidup ini adalah ujian. Sesungguhnya Allah SWT menciptakan hidup dan mati itu merupakan ujian bagi seluruh hamba-Nya (Al-Muluk:2). Berbagai bentuk ujian akan senantiasa mengiringi kehidupan seorang muslim. Apakah itu berupa ketakutan, rasa lapar, dan kekurangan harta (Al-Baqarah:155) namun ada juga berupa perkara yang baik-baik (Al-Anfal:17). Ujian akan berakhir dengan tibanya ajal. Siapa yang siap hidup harus siap menghadapi ujian.

Kedua, sadarilah bahwa seluruh ujian yang ada, sekaligus sebagai pengecek kekuatan iman seseorang (Al-Ankabut:2). Semakin kuat keimanan seseorang maka semakin banyak dan berat juga ujian hidup yang akan dialaminya. Justru, bagi seorang muslim yang mengaku beriman tetapi belum pernah diuji, mestinya bertanya pada dirinya sudah sejauh manakah kadar keimanannya. Ada seorang teman pernah ketakutan, �saya mah justru tidak akan tebal iman dan banyak taat, sebab nanti akan banyak ujian. Saya takut tidak tahan, saya tidak akan sabar menghadapi ujian, apalagi makin tinggi iman maka ujian pun semakin sulit,� ungkapnya kepada saya. Saat itu saya tidak banyak memberikan komentar. Saya hanya bercerita kepadanya. Dulu, ada orang yang mengatakan kepada saya saat masih SD bahwa ujian di SMP itu sulit. Kesulitannya jauh dibandingkan dengan ujian SD, demikian pula ujian SMU. Wah, sulit sekali, tambahnya, kesulitannya tidak bisa dibayangkan oleh tingkatan SD. Apalagi di Perguruan tinggi. �Wah, apalagi pada waktu sidang skripsi. Susah bukan main. Mana dosennya sering kali sulit ditemui, lagi�. Dan, kelak bila melanjutkan S2 lebih sulit Lagi. Bagaimana sikap anda terhadap cerita ini ? saya percaya, kita tidak akan menyimpulkan:�Wah, dari pada mendapat ujian sulit lebih baik sekolah cukup sampai SD saja. Tidak perlu SMP, apalagi SMU atau sarjana.� Benar, makin tinggi tngkat pendidikan, makin sukar ujian. Tapi, buktinya, toh tetap juga dapat dilalui dengan baik. Persoalan ujian yang berkolerasi erat dengan keimanan pun demikian. Semakin tinggi keimanan seseorang, akan semakin deras ujiannya, dan yakinlah, dia akan semakin memiliki kemampuan dan kesabaran untuk mengunggulinya seiring dengan meningginya keimanan dan ketaatan.

Ketiga, sabar itu merupakan salah satu tanda keberhasilan (Al-Imron:200). Betapa banyak kaum terdahulu yang terbinasa karena ketidak sabarannya. Orang yang tidak sabar akan suatu perkara sebenarnya telah kehilangan kesempatan untuk mengungguli perkara tersebut.

Keempat, sesungguhnya Allah SWT menyukai orang-orang yang sabar (Al-Imron:146)

Memang kesabaran bukanlah perkara yang mudah. Sebab, kesabaran memerlukan ketulusan dan kesungguhan tingkat tinggi. Agar berhasil memilikinya, biasakanlah dan perbanyaklah do'a: artinya � Ya Rabb kami, curahkanlah kesabaran kepada kami, dan matikanlah kami dalam keadaan muslim.� ( Qs. AL-A'raf:222 )

5. Tawakkal

Satu ciri lain orang yang dicintai Allah SWT adalah orang yang tawakkal. Kaum mukminin di perintahkan untuk menyerahkan segala urusannya (tawakkal) hanya kepada Allah SWT (Ali-Imron:122; Al-Maidah:11). Sebelum melakukan segala sesuatu, kita harus menyerahkan segala macam urusan kita kepada Allah SWT. Jadi bukan berusaha lalu bertawakkal kepada Allah SWT dalam setiap urusan jauh-jauh sebelumnya baru berusaha menghadapi sekuat tenaga

6. Mencintai Allah SWT

Agar kita dicintai Allah SWT, kita harus mencintai-Nya. Wujud cinta kepada Allah adalah cinta kepada sesama muslim dan keras kepada orang kafir (bukan sebaliknya), siap berjihad, dan tidak takut terhadap selaan orang yang mencela. Demikian disebutkan dalam surat Al-Maidah ayat 54. mencintai Allah SWT dilakukan dengan cara mengikuti jejak langkah Rasulullah SAW dalam segala peri kehidupannya (Ali-Imron:31). Lembut terhadap sesama muslim dilakukan dengan cara mencintai mereka sebagaimana mencintai diri kita sendiri, tidak menyakitinya, tidak mendzaliminya, tidak mengganggu hartanya dan memelihara kehormatannya, sedangkan keras terhadap orang kafir, terutama dalam hal-hal yang menyangkut hukum islam. Tidak ada toleransi dalam beragama, yang ada kerukunan antar umat umat beragama dibawah nauangan kehidupan Islam, dimana Islamlah yang berkuasa dibumi ini. Adapun jihad merupakan perang untuk meninggikan kalimat Allah SWT. Seorang pengemban dakwah harus merelakan dirinya untuk mati fi sabilillah karena diri orang mukmin telah dibeli oleh Allah SWT (At-Taubah:111). Demikian pula sang istri harus ridho melepas suami dan anak-anaknya kemedan pertempuran demi tegaknya dinul Islam saat kaum imperalis menggunakan senjata untuk memporakporandakan Islam, umat dan negeri-negerinya. Selain itu, Pengemban da'wah harus tahan terhadap celaan yang dilontarkan kepadanya karena celaan itu sebenarnya muncul dari orang-orang yang tidak suka kepada Islam

7. Bertaubat, membersihkan diri dan jiwa

Taubat harus menjadikan kebiasaan sehari-hari (At-Taubah:112) suatu kebahagiaan bila kita terbiasa taubat seperti terbiasanya sarapan. Taubat pun bukan hanya sesaat melainkan harus dilakukan dengan benar-benar sehingga menjadi taubatan nasuha (At-Tahrim:8). Setidaknya, agar terwujud taubatan nasuha, seorang Muslim harus menyesali perbuatan dosanya, memohon ampunan kepada Allah SWT dan berniat sungguh-sungguh untuk tidak mengulanginya. Hujjatul Islam, Imam Al-Ghazali, dalam Minhajul �Abidin menjelaskan bahwa pembersihan dosa seseorang, tergantung kepada jenis dosa tersebut. Pertama, bila kesalahan tersebut karena kelalaian atas kewajiban dari Allah SWT, maka ia harus beristighfar dan berusaha mengqada segala kelalaiannya itu. Kedua, bila dosa itu terhadap sesama manusia, maka ia harus berusaha sekuat tenaga untuk meminta kemanfaatan dan keridhaan orang tersebut. Ketiga, bila dosa tersebut karena kedzaliman diri sendiri (tidak berhubungan dengan orang lain) maka ia harus memperbanyak amal shalih agar kelak, amalan buruknya akan terkalahkan banyaknya oleh amal shalehnya.

Rasulullah yang ma'sum, tidak kurang dari tujuh puluh kali sehari bertaubat dan memohon ampun kepada Allah SWT. Bagaimana dengan kita yang penuh dosa dan tidak dilindungi dari kesalahan ?

Renungan

Itulah beberapa hal yang dapat membimbing kita untuk menjadi kekasih Allah SWT. Siapapun yang telah mencurahkan cintanya kepada Allah SWT dan berhasil menjadi kekasih-Nya, niscaya hasilnya akan kembali kepada dirinya sendiri. Ini adalah janji Allah SWT yang disampaikan oleh Nabi SAW.

Suatu waktu Rasulullah SAW bersabda bahwasannya Allah Ta'ala berfirman :� Barangsiapa yang memusuhi kekasih-Ku maka aku menyatakan perang kepadanya. Sesuatu yang paling kusukai dari apa yang dikerjakan oleh hamba-Ku untuk mendekatkan diri kepada-Ku adalah bila ia mengerjakan oleh apa yang telah Kuwajibkan kepadanya. Seseorang itu akan senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan mengerjakan kesunatan-kesunatan sehingga Aku mencintainya. Apabila Aku mencintainya maka Aku merupakan pendengaran yang ia pergunakan untuk mendengarnya, Aku merupakan penglihatan yang ia pergunakan untuk melihatnya, Aku merupakan tangan yang ia pergunakan untuk menyerangnya, dan Aku merupakan kaki yang ia pergunakan `untuk berjalan. Seandainya ia bermohon kepada-Ku pasti Aku akan mengabulkannya dan seandainya ia berlindung diri kepada-ku paasti aku akan melindunginya.� ( HR.Bkuhari )

Semoga kita diberi kemudahan untuk menjadi kekasih Allah Pencipta Alam

sumber :http://www.dudung.net

Ketika Cinta Berbuah Dilema


Suatu hari Fatimah binti Rasulullah Saw, berkata kepada Sayidina Ali, suaminya.
"Wahai kekasihku, sesunguhnya aku pernah menyukai seorang pemuda ketika aku masih gadis dulu.""O ya," tanggap Sayidina Ali dengan wajah sedikit memerah. "Siapakah lelaki terhormat itu, dinda?" "Lelaki itu adalah engkau, sayangku," jawabnya sambil tersipu, membuat sayidina Ali tersenyum dan semakin mencintai isterinya.

Percakapan romantis Siti Fatimah dengan Sayidina Ali di atas mungkin sudah menjadi hal biasa bagi para suami isteri. Tetapi tidak bagi mereka yang belum menikah. Percakapan-percakapan romantis yang sering ditemukan dalam buku-buku pernikahan itu sungguh sangat imajinatif bagi para lajang yang sudah merindukan pernikahan, sekaligus juga misteri, apakah ia bisa seromantis Siti Fatimah dan Sayidina Ali?
Alangkah bahagianya, seorang pemuda yang sejak lama memimpikan obrolan-obrolan romantis akhirnya sampai di terminal harapan, sebuah pernikahan suci. Apa yang selama ini menjadi imajinasinya saat itu akan ia ungkapkan kepada isterinya. "Wahai kekasihku, ada satu kata yang dari dulu terpenjara di hatiku dan ingin sekali kukatakan kepadamu, aku mencintaimu."

Tetapi, kebahagiaan ini hanya milik mereka yang telah dikaruniai kemampuan untuk mengikat perjanjian yang berat (mitsaqan ghalidha), pernikahan itu. Bagi mereka yang masih harus melajang, semuanya masih hanya mimpi yang terus menggoda.

Terkadang, ada pemuda yang tidak kuat melawan godaan imajinasinya. Keinginan untuk mengungkapkan cinta itu tiba-tiba sangat besar sekali. Tetapi kepada siapa perasaan itu harus diungkapkan? Sementara isteri belum punya, kekasih pun tidak ada. Karena kata pacaran sudah lama dihapus dalam kamus remajanya. Tapi, dorongan itu begitu besar, begitu dahsyat.

Awalnya, kuat. Sampai tibalah sebuah perjumpaan. Sebuah rapat koordinasi di organisasi kemahasiswaan atau dalam tugas kelompok dari sekolah telah mempertemukan dua pesona. Imajinasi itu kembali menari-nari.

"Nampaknya, dibalik jilbabnya yang rapi ia adalah gadis yang kuimpikan selama ini."

"Oh, ketegasannya sesuai dengan penampilannya yang kalem, dia mungkin yang kuharapkan."

Dan cinta itu hadir.

Tetapi, sudahkah saatnya cinta itu diucapkan? Padahal mengikat perjanjian yang berat belum sanggup dilakukan. Lalu apa yang harus dilakukan ketika dorongan untuk mengatakan perasaan semkain besar, teramat besar? Hingga perjumpaan dengannya jadi begitu mengasyikkan; menerima sms-nya menjadi kebahagiaan; berbincang dengannya menjadi kenikmatan; berpisah dengannya menjadi sebuah keberatan; ketidakhadirannya adalah rasa kehilangan.
Indah. Tapi ini adalah musibah! Interaksi muslim dan muslimah yang semakin longgar telah menggiring mereka kepada dua dinding dilema yang semakin menyempit dan begitu menekan. Cinta terlanjur hadir. Meski indah tapi bermasalah. Mau menikah, persiapan belum cukup atau kondisi belum mendukung. Menunggu pernikahan, seminggu saja serasa setahun. Melepaskan dan memutuskan komunikasi, cinta terlanjur bersemi. Menjalani interaksi seperti biasa, semuanya membuat hati semakin merasa bersalah.

Apa yang bisa dijadikan solusi? Jawabannya akan sangat panjang lebar jika yang dijadikan landasan adalah realita dan logika. Tetapi, marilah kita bicara dengan nurani dan keimanan, agar semua bisa terselesaikan dengan cepat dan tuntas.

Tanyakan kepada nurani tentang keimanan yang bersemayam di dalamnya? Masihkah memiliki kekuatan untuk mempertahankan Allah sebagai nomor satu dan satu-satunya? Dengan kekuatan iman, cinta kepada Allah bisa mengeliminir cinta kepada seseorang yang telah menjauhkan dari keridhaan-Nya. Cinta macam apa yang menjauhkan diri dari keridhaan Allah? Untuk apa mempertahankan cinta yang akhirnya membuahkan benci Dzat yang sangat kita harapkan cinta-Nya?

Tanyakan pada keimanan dan nurani, siapa yang lebih dicintai, Allah ataukah "dia"?

"Qul Aamantu Billahi tsummastaqim!" (al-Hadits)

Wallahu a'lam.
***

Special untuk mereka yang sedang terjebak dalam lorong-lorong dilema bernama "cinta". Buat kawan-kawan seperjuangan di Kairo, Tafahna al-Asyraf, dan Zaqaziq, Mesir, kuatkan hatimu! Jadilah pemenang melawan sisi lain hatimu! Bersama doa dan cintaku.

Zamzam muharamsyah
zetth_two@yahoo.com

Peribadi Soleh-Solehah - Anda Mampu Milikinya!


Em... Zaman ini, zaman yang penuh dengan fitnah terhadap kita semua... maksiat
dan kerosakan sangat berleluasa... wanita dan lelaki kelihatan sama sahaja, tiada
jurang pembeza yang ketara lagi.
Pakaian? Em, kelihatan seakan-akan sama saja. Agama? Em, entah... macam
mereka dah tak peduli je... ada masa ke nak fikir pasal agama ni?
Em, kerana apa yer? Kerana lenyapnya peribadi soleh dan solehah agaknya...
Ku tinjau-tinjau,
Tak kira jantina, ada saja di mana-mana. Bersesak-sesak di pasar? Yup, ada... ramai
sangat... di pawagam? Yup, ramai juga... em, di tempat melepak dan restoran? Lagi
ramai! Laki dan wanita, campur aje... Em, di pesta buku pulak? Em, alhamdulillah
masih ramai (harap-harap tidak silap beli buku)... em, di masjid? ...sedih, tak ramai,
sikit sangat. Di kuliah-kuliah ilmu? Macam dah tak minat jer nak datang...
Ya Allah,
Sukarnya mencari wanita yang solehah...
Manakala bagi wanita, sukarnya mencari lelaki yang soleh...
Aii... iyeke?
Kesiannya anda sekalian... yang lelaki susah nak cari yang solehah...
Yang wanita pulak, susahnya nak mencari yang soleh!
Hehe... teringat cabaran sahabat-sahabiyah yang baru grad yang duk tengah sibuk
nak cari calon pasangan suami atau isteri...
Ke mana sang soleh-solehah menghilang yer?
Takkan pupus kot?
Takdelah... mana boleh pupus pulak...
Takkan pupus punya,
Hai sahabat, kalaulah anda yang jadi soleh, tak kan timbul lagi perkara ni... so,
senanglah si solehah nak cari anda... so, persoalannya andalah yang kena
mulakan... kena ada mahu... letakkan iltizam...
Then, muslimat... macam mana dengan anda? Takkan nak suruh lelaki je yang mula
dulu? Anda bagaimana? Bila nak mula? Tak adillah sebelah pihak jer...
Ingat... anda kena mula juga...
Anda perlu tahu, orang yang soleh akan mencari wanita yang solehah. Tak nak lah
wanita yang diluar standard solehah! Lelaki soleh... tentu mahu pasangannya wanita
solehah! Ha, barulah kena kan?
So, sebagai kesimpulan...
Anda-anda semualah yang kena mulakan...
So, jom berlumba-lumba jadi insan soleh-solehah... bukan kerana nak cari pasangan
yer? Tapi, mestilah kerana Allah... then, insyaAllah, tenang jiwa anda... damai...
Bersama redha Ilahi pastinya...
Insan soleh-solehah pun akan datang cari anda...
Emm.. jangan berlumba-lumba jadi mat rempit pulak yer... maklumlah, mat rempit
pun dah tukar profession... dah jadi penerjun di kutub utara tu! So, anda bila lagi?
Jom lah jadi insan soleh-solehah... insan yang mulia di sisi Allah mahupun manusia...
Ok?
Em, wahai insan yang bernama wanita... sahabat yang bergelar lelaki... jangan
buang masa... marilah kita check or semak semula, apa dia prinsip soleh-solehah tu
yer?
Ada ker dalam diri kita prinsip-prinsip tu? Ade ke personaliti soleh-solehah tu pada
kita?
Takkan sikit pun tak ada?
Sedihnya kalau tak ada... rugilah anda nanti...
Baik cepat-cepat setelkan! Jangan lambat...
Em... sebagai basic... mulakanlah dengan mengenali asas-asas Islam... iman mesti
mau dijaga. Lakukanlah solat dengan sempurna - cukup lima waktu, tonjolkan imejimej
insan yang Islami...
Di samping lakukan solat sempurna... tambahkanlah sedikit-demi-sedikit solat-solat
sunat...
Then, belajar-belajarlah praktikkan personaliti (adab-adab) insan soleh-solehah..
Em, mulakanlah dengan memakai pakaian yang sopan, bertingkah-laku dengan baik
dan jauhi perkara-perkara yang tidak berfaedah.
Yang solehah, tinggalkanlah pakaian-pakaian sempit tu! Belajar-belajarlah pakai
tudung. Cari baju yang labuh... Kasi tutup lebih rapat dan sempurna daripada biasa.
Jangan beri orang tengok percuma lagi. Barulah nampak yang diri anda tu mahal
dan bukan bahan lelongan free-show. Orang lelaki pasti rasa insaf dan tunduk malu
bila tengok anda nanti..
Em, seterusnya... perlu difahami, bahawa... semua tu perlukan bimbingan ilmu yang
jelas...
Jadi, jangan lupa selalu-selalukanlah hadir ke majlis-majlis dan kuliah-kuliah ilmu...
Amal tanpa ilmu, takut-takut tersesat pulak nanti... Niat di hati nak jadi baik, lain
pulak jadinya nanti...
Jadi... untuk menjadi insan soleh-solehah... anda perlukan ilmu...
Banyakkanlah membaca... di samping jangan lupa mendapatkan bimbingan...
supaya tak tersalah ilmu pulak karang!
Em... susah ke?
Senang je ni... basic semua ni...
InsyaALLAH... anda mampu lakukan... ingat! Anda perlu mulakan... jangan biarkan
golongan yang tidak soleh-solehah bertambah di luar sana. Sesak nafas kan kita
tengok!!!
Bukan kesan baik yang terhasil... bukan sahaja manusia yang susah...
Haiwan dan tumbuhan, malahan objek-objek tak bernyawa pun menerima
akibatnya...
Kalau perbuatan tu dah dilarang oleh agama, tak mungkinlah ia wajar lagi dipandang
baik, dan mustahillah kesannya akan baik dan disenangi...
Ayuh... tanamkan azam, tambahkan ilmu, tingkatkan amalan, tunjukkan personaliti
Islami... bergerak ke arah peribadi insan soleh-solehah...


Sesungguhnya semulia-mulia kamu di sisi Allah ialah orang Yang lebih taqwanya di
antara kamu, (bukan Yang lebih keturunan atau bangsanya). Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui, lagi Maha mendalam pengetahuannya (akan keadaan dan amalan
kamu). (al-Hujuraat: 13)


dikutip dari:
http://www.gecities.com/nawie83
http://an-nawawi.blogspot.com

Cinta Abu Bakar untuk Al-Musthafa



Ketika Rasulullah berada di hadapan,
Ku pandangi pesonanya dari kaki hingga ujung kepala
Tahukah kalian apa yang terjelma?
Cinta!
(Abu Bakar Shiddiq r.a)
Gua Tsur.
Wajah Abu Bakar pucat pasi. Langkah kaki para pemuda Quraisy tidak lagi terdengar samar. Tak terasa tubuhnya bergetar hebat, betapa tidak, dari celah gua ia mampu melihat para pemburu itu berada di atas kepalanya. Setengah berbisik berkatalah Abu Bakar.
“Wahai Rasul Allah, jika mereka melihat ke kaki-kaki mereka, sesungguhnya mereka pasti melihat kita berdua”. Rasulullah memandang Abu Bakar penuh makna. Ditepuknya punggung sahabat dekatnya ini pelan sambil berujar “Janganlah engkau kira, kita hanya berdua. Sesungguhnya kita bertiga, dan yang ketiga adalah Dia, yang menggenggam kekuasaan maha, Allah”.
Sejenak ketenangan menyapa Abu Bakar. Sama sekali ia tidak mengkhawatirkan keselamatannya. Kematian baginya bukan apa-apa, ia hanya lelaki biasa. Sedang, untuk lelaki tampan yang kini dekat di sampingnya, keselamatan di atas mati dan hidupnya. Bagaimana semesta jadinya tanpa penerang. Bagaimana Madinah jika harus kehilangan purnama. Bagaimana dunia tanpa benderang penyampai wahyu. Sungguh, ia tak gentar dengan tajam mata pedang para pemuda Quraisy, yang akan merobek lambung serta menumpahkan darahnya. Sungguh, ia tidak khawatir runcing anak panah yang akan menghunjam setiap jengkal tubuhnya. Ia hanya takut, Muhammad, ya Muhammad.. mereka membunuh Muhammad.
***
Berdua mereka berhadapan, dan mereka sepakat untuk bergantian berjaga. Dan keakraban mempesona itu bukan sebuah kebohongan. Abu Bakar memandang wajah syahdu di depannya dalam hening. Setiap guratan di wajah indah itu ia perhatikan seksama. Aduhai betapa ia mencintai putra Abdullah. Kelelahan yang mendera setelah berperjalanan jauh, seketika seperti ditelan kegelapan gua. Wajah di depannya yang saat itu berada nyata, meleburkan penat yang ia rasa. Hanya ada satu nama yang berdebur dalam dadanya. Cinta.
Sejeda kemudian, Muhammad melabuhkan kepalanya di pangkuan Abu Bakar. Dan seperti anak kecil, Abu Bakar berenang dalam samudera kegembiraan yang sempurna. Tak ada yang dapat memesonakannya selama hidup kecuali saat kepala Nabi yang ummi berbantalkan kedua pahanya. Mata Rasulullah terpejam. Dengan hati-hati, seperti seorang ibu, telapak tangan Abu Bakar, mengusap peluh di kening Rasulullah. Masih dalam senyap, Abu Bakar terus terpesona dengan sosok cinta yang tengah beristirahat diam di pangkuannya. Sebuah asa mengalun dalam hatinya “Allah, betapa ingin hamba menikmati ini selamanya”.
Nafas harum itu terhembus satu-satu, menyapa wajah Abu Bakar yang sangat dekat. Abu Bakar tersenyum, sepenuh kalbu ia menatapnya lagi. Tak jenuh, tak bosan. Dan seketika wajahnya muram. Ia teringat perlakuan orang-orang Quraisy yang memburu Purnama Madinah seperti memburu hewan buruan. Bagaimana mungkin mereka begitu keji mengganggu cucu Abdul Muthalib, yang begitu santun dan amanah. Mendung di wajah Abu bakar belum juga surut. Sebuah kuntum azzam memekar di kedalaman hatinya, begitu semerbak. “Selama hayat berada dalam raga, aku Abu Bakar, akan selalu berada di sampingmu, untuk membelamu dan tak akan membiarkan sesiapapun menganggumu”.
Sunyi tetap terasa. Gua itu begitu dingin dan remang-remang. Abu Bakar menyandarkan punggung di dinding gua. Rasulullah, masih saja mengalun dalam istirahatnya. Dan tiba-tiba saja, seekor ular mendesis-desis perlahan mendatangi kaki Abu Bakar yang terlentang. Abu Bakar menatapnya waspada, ingin sekali ia menarik kedua kakinya untuk menjauh dari hewan berbisa ini. Namun, keinginan itu dienyahkannya dari benak, tak ingin ia mengganggu tidur nyaman Rasulullah. Bagaimana mungkin, ia tega membangunkan kekasih itu.
Abu Bakar meringis, ketika ular itu menggigit pergelangan kakinya, tapi kakinya tetap saja tak bergerak sedikitpun. Dan ular itu pergi setelah beberapa lama. Dalam hening, sekujur tubuhnya terasa panas. Bisa ular segera menjalar cepat. Abu Bakar menangis diam-diam. Rasa sakit itu tak dapat ditahan lagi. Tanpa sengaja, air matanya menetes mengenai pipi Rasulullah yang tengah berbaring. Abu Bakar menghentikan tangisannya, kekhawatirannya terbukti, Rasulullah terjaga dan menatapnya penuh rasa ingin tahu.
“Wahai hamba Allah, apakah engkau menangis karena menyesal mengikuti perjalanan ini” suara Rasulullah memenuhi udara Gua.
“Tentu saja tidak, saya ridha dan ikhlas mengikutimu kemana pun” potong Abu Bakar masih dalam kesakitan.
“Lalu mengapakah, engkau meluruhkan air mata?”
“Seekor ular, baru saja menggigit saya, wahai putra Abdullah, dan bisanya menjalar begitu cepat”
Rasulullah menatap Abu Bakar penuh keheranan, tak seberapa lama bibir manisnya bergerak “Mengapa engkau tidak menghindarinya?”
“Saya khawatir membangunkan engkau dari lelap” jawab Abu Bakar sendu. Sebenarnya ia kini menyesal karena tidak dapat menahan air matanya hingga mengenai pipi Rasulullah dan membuatnya terjaga.
Saat itu air mata bukan milik Abu Bakar saja. Selanjutnya mata Al-Musthafa berkabut dan bening air mata tergenang di pelupuknya. Betapa indah sebuah ukhuwah.
“Sungguh bahagia, aku memiliki seorang seperti mu wahai putra Abu Quhafah. Sesungguhnya Allah sebaik-baik pemberi balasan”. Tanpa menunggu waktu, dengan penuh kasih sayang, Al-Musthafa meraih pergelangan kaki yang digigit ular. Dengan mengagungkan nama Allah pencipta semesta, Nabi mengusap bekas gigitan itu dengan ludahnya. Maha suci Allah, seketika rasa sakit itu tak lagi ada. Abu Bakar segera menarik kakinya karena malu. Nabi masih memandangnya sayang.
“Bagaimana mungkin, mereka para kafir tega menyakiti manusia indah seperti mu. Bagaimana mungkin?” nyaring hati Abu Bakar kemudian.
Gua Tsur kembali ditelan senyap. Kini giliran Abu Bakar yang beristirahat dan Rasulullah berjaga. Dan, Abu Bakar menggeleng kuat-kuat ketika Rasulullah menawarkan pangkuannya. Tak akan rela, dirinya membebani pangkuan penuh berkah itu.
***
Kita pasti tahu siapa Abu Bakar. Ia adalah lelaki pertama yang memeluk Islam dan juga salah satu sahabat terdekat Rasulullah. Dari lembar sejarah, kita kenang cinta Abu Bakar kepada Al-Musthafa menyemesta. Kisah tadi terjadi pada saat ia menemani Rasulullah berhijrah menuju Madinah dan harus menginap di Gua Tsur selama tiga malam. Menemani Nabi untuk berhijrah adalah perjalanan penuh rintang. Ia sungguh tahu akibat yang akan digenggamnya jika misi ini gagal. Namun karena cinta yang berkelindan di kedalaman hatinya begitu besar, Abu Bakar dengan sepenuh jiwa, raga dan harta, menemani sang Nabi pergi.
Dia terkenal karena teguh pendirian, berhati lembut, mempunyai iman yang kokoh dan bijaksana. Kekokohan imannya terlihat ketika Madinah kelabu karena satu kabar, Nabi yang Ummi telah kembali kepada Yang Maha Tinggi. Banyak manusia terlunta dan larut dalam lara yang sempurna. Bahkan Umar murka dan tidak mempercayai kenyataan yang ada. Saat itu Abu Bakar tampil mengingatkan seluruh sahabat dan menggaungkan satu khutbah yang mahsyur “Ketahuilah, siapa yang menyembah Muhammad, maka ia telah meninggal dunia. Dan sesiapa yang menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah tidak mati”.
Kepergian sang tercinta, tidak menyurutkan keimanan dalam dadanya. Ketiadaan Rasulullah, jua tak memadamkan gebyar semangat untuk terus menegakkan pilar-pilar Islam yang telah dipancangkan. Pada saat menjabat khalifah pertama, ia dengan gigih memerangi mereka yang enggan berzakat. Tidak sampai di situ munculnya beberapa orang yang mengaku sebagi nabi, sang khalifah juga berlaku sama yaitu mengirimkan pasukan untuk mengajak mereka kembali kepada kebenaran. Sesungguhnya pribadi Abu Bakar adalah lemah lembut, namun ketika kemungkaran berada dihadapannya, ia berlaku sangat tegas dalam memberantasnya.
Abu Bakar wafat pada usia 63 tahun, pada saat perang atas bangsa Romawi di Yarmuk berkecamuk dengan kemenangan di tangan Muslim. Sebelum wafat, ia menetapkan Umar sebagai penggantinya. Jenazahnya dikebumikan di sebelah manusia yang paling dicintainya, yaitu makam Rasulullah. Hidup Abu Bakar berhenti sampai di sana, namun selanjutnya manusia yang menurut Rasulullah menjadi salah seorang yang dijamin masuk surga, terus saja mengharumkan sejarah sampai detik sekarang. Ia mencintai Nabinya melebihi dirinya sendiri. Tidakkah itu mempesona?
* special buat shanti yang feel reborn, cepat sembuh yah.
Sumber:
mahabbah12@yahoo.com